BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Aldehida dan keton adalah dua dari berbagai jenis senyawa yang mengandung gugus karbonil. Reaksi yang terjadi karena adanya karbonil kelompok termasuk reaksi adisi nukleofilik dan Kondensasi katalis basa. Aldehida juga mudah teroksidasi, yang menyediakan cara mudah untuk membedakan mereka dari keton. Grup karbonil dalam aldehida dan keton sangat terpolarisasi; yang karbon karbonil dikenakan biaya parsial positif yang substansial dan rentan terhadap serangan nukleofilik. Selanjutnya, karena hibridisasi sp2 relatif terbuka untuk serangan. Karena karbonil tidak mengandung gugus lepas yang baik, selain terjadi daripada substitusi. Aldehida dan keton adalah senyawa polar, namun yang murni senyawa tidak mengalami ikatan hidrogen sebagai alkohol lakukan. Jadi titik didih aledehydes dan keton lebih rendah dari alkohol, tetapi lebih tinggi dari alkana atau eter. berat senyawa karbonil molekul rendah yang larut dalam air.
Struktur umum aldehida yaitu R-CHO. Struktur umum keton yaitu R-CO-R’. aldehida dan keton banyak terdapat dalam sistem makhluk hidup. Seperti gula ribosa dan hormon progesteron yang merupakan contoh aldehida dan keton. Aldehida dan keton mempunyai bau yang khas, yang pada umumnya aldehida berbau merangsang sedangkan keton berbau harum.
Aldehida dan keton sangat reaktif, tetapi biasanya aldehida lebih reaktif dibanding keton. Reaksi yang menyebabkan penjenuhan pada ikatan rangkap di sebut reaksi adisi (reaksi penjenuhan). Pada reaksi adisi, satu ikatan rangkap menjadi terbuka. Sementara itu pereaksi yang mengadisi terputus menjadi dua gugus yang kemudian terikat pada ikatan rangkap yang terbuka tersebut. Apabila pereaksi yang mengadisi bersifat polar gugus yang lebih positif terikat pada oksigen, sedangkan gugus yang lebih negatif terikat pada karbon. Titik pusat reaktivitas dalam aldehida dan keton ialah ikatan pi dari gugus karbonilnya. Seperti alkena, aldehida dan keton mengalami adisi reagensia kepada ikatan pi-nya.
1.2. TUJUAN
Dari percobaan ini diharapkan mahsiswa dapat mengetahui sifat aldehid dan keton alifatik terhadap beberapa pereaksi.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. DASAR TEORI
Salah satu gugus fungsi yang kita yaitu aldehid. Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada sebuah atau dua buah atom hidrogen. Nama IUPEC dari aldehida diturunkan dari alkana dengan mengganti akhiran “ana“ dengan “al“. Nama umumnya didasarkan nama asam karboksilat ditambahkan dengan akhiran dehida (Petrucci, 1987).
Aldehid dinamakan menurut nama asam yang mempunyai jumlah atom C sama pada nama alkana yang mempunyai jumlah atom sama. Pembuatan aldehida adalah sebagai berikut: oksidasi alkohol primer, reduksi klorida asam, dari glikol, hidroformilasi alkana, reaksi Stephens dan untuk pembuatan aldehida aromatik (Fessenden, 1997).
Salah satu reaksi untuk pembuatan aldehid adalah oksidasi dari alkohol primer. Kebanyakan oksidator tak dapat dipakai karena akan mengoksidasi aldehidnya menjadi asam karboksilat. Oksidasi khrompiridin komplek seperti piridinium khlor kromat adalah oksidator yang dapat merubah alkohol primer menjadi aldehid tanpa merubahnya menjadi asam karboksilat (Petrucci, 1987).
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil terikat pada dua gugus alkil, dua gugus alkil, atau sebuah alkil. Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil (Wilbraham, 1992).
Pembuatan keton ynag paling umum adalah oksidasi dari alkohol sekunder. Hampir semua oksidator dapat dipakai. Pereaksi yang khas antara lain khromium oksida (CrO3), phiridinium khlor kromat, natrium bikhromat (Na2Cr2O7) dan kalium permanganat (KMnO4) (Respati, 1986).
Reaksi-reaksi pada aldehida dan keton adalah reaksi oksidasi dan reaksi reduksi. Reaksi oksidasi untuk membedakan aldehida dan keton. Aldehid mudah sekali dioksidasi, sedangkan keton tahan terhadap oksidator. Aldehida dapat dioksidasi dengan oksidator yang sangat lemah. Sedangkan reaksi reduksi terbagi menjadi tiga bagian yaitu reduksi menjadi alkohol, reduksi menjadi hidrokarbon dan reduksi pinakol (Wilbraham, 1992).
Sifat-sifat fisik aldehid dan keton, karena aldehid dan keton tidak mengandung hidrogen yang terikat pada oksigen, maka tidak dapat terjadi ikatan hidrogen seperti pada alkohol. Sebaliknya aldehid dan keton adalah polar dan dapat membentuk gaya tarik menarik elektrostatik yang relatif kuat antara molekulnya, bagian positif dari sebuah molekul akan tertarik pada bagian negatif dari yang lain (Fessenden, 1997).
Senyawa aldehida dan keton yaitu atom karbon yang dihubungkan dengan atom oksigen oleh ikatan ganda dua (gugus karbonil). Aldehida adalah senyawa organic yang karbon – karbonilnya (karbon yang terikat pada oksigen) selalu berikatan dengan paling sedikit satu hydrogen.
Keton adalah senyawa organic yang karbon – karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lain.
Aldehida dan keton sangat reaktif, tetapi biasanya aldehida lebih reaktif dibanding keton.
Reaksi yang menyebabkan penjenuhan pada ikatan rangkap disebut reaksi adisi (reaksi penjenuhan). Pada reaksi adisi, satu ikatan rangkap menjadi terbuka. Sementara itu pereaksi yang mengadisi terputus menjadi dua gugus yang kemudian terikat pada ikatan rangkap yang terbuka tersebut. Apabila pereaksi yang mengadisi bersifat polar gugus yang lebih positif terikat pada oksigen, sedangkan gugus yang lebih negatif terikat pada karbon.
Titik pusat reaktivitas dalam aldehida dan keton ialah ikatan pi dari gugus karbonilnya. Seperti alkena, aldehid dan keton mengalami adisi reagensia kepada ikatan pi-nya.
Reaktivitas relatif aldehida dan keton dalam reaksi adisi sebagian dapat disebabkan oleh banyaknya muatan positif pada karbon karbonilnya, makin besar muatan itu akan makin reaktif. Bila muatan positif parsial ini tersebar ke seluruh ,olekul, maka senyawaan karbonil itu kurang reaktif dan lebih stabil. Gugus karbonil distabilkan oleh gugus alkil di dekatnya yang bersifat melepaskan elektron. Suaru keton dengan gugus R lebih stabil dibandingkan suatu aldehida yang hanya memiliki satu gugus R.
Aldehida dan keton bereaksi dengan berbagai senyawa, tetapi pada umumnya aldehida lebih reaktif dibanding keton. Kimiawan memanfaatkan kemudahan oksidasi aldehida dengan mengembangkan beberapa uji untuk mendeteksi gugus fungsi ini (Willbraham,1992). Uji Tollens merupakan salah satu uji yang digunakan untuk membedakan mana yang termasuk senyawa aldehida dan mana yang termasuk senyawa keton. Selain dengan menggunakan uji tollens untuk membedakan senyawa aldehida dan keton dapat juga menggunakan Uji Fehling dan Uji Benedict. Aldehida lebih mudah di oksidasi dibanding keton. Oksidasi aldehida menghasilkan asam dengan jumlah atom karbon yang sama (Hart, 1990). Hampir setiap reagensia yang mengoksidasi alkohol juga dapat suatu aldehida.
Pereaksi Tollens, pengoksidasi ringan yang digunakan dalam uji ini, adalah larutan basa dariperak nitrat. Larutannya jernih dan tidak berwarrna. Untuk mencegah pengendapan ion perak sebagai oksida pada suhu tinggi, maka ditambahkan beberapa tetes larutan amoniak. Amoniak membentuk kompleks larut air dengan ion perak (Willbraham,1992).
Aldehida di oksidasi menjadi anion karboksilat, ion Ag+ dalam reagensia Tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji poitif ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi. Reaksi dengaan pereaksi tollens mampu mengubah ikatan C-H pada aldehida menjadi ikatan C-O. Alkohol sekunder dapat dioksidasi menjadi keton selanjutnya keton tidak dapat di oksidasi lagi menggunakan pereaksi tollens. Hal ini disebabkan karena keton tidak mempunyai atom hidrogen yang menempel pada atom karbonil. Keton hanya dapat dioksidasi dengan keadaan reaksi yang lebih keras dibandingkan dengan aldehida. Ikatan antara karbon karbonil dan salah satu karbonnya putus, memberikan hasil-hasil oksidasi dengan jumlah atom karbon yang lebih sedikit daripada bahan keton asalnya. Kekecualian dalam oksidasi keton, karena jumlah atom karbonnya tetap sama. Misalnya sikloheksanon dioksidasi secara besar=besaran menjadi asam dipat, bahan kimia yang sangat penting dalam pembuatan nylon.
Reaksi-reaksi pada aldehida dan keton yaitu :
Oksidasi Aldehid dan Keton
Anda akan mengingat dari pembahasan lain di topik aldehid keton bahwa perbedaan antara aldehid dan keton adalah keberadaan sebuah atom hidrogen yang terikat pada ikatan rangkap C=O dalam aldehid, sedangkan pada keton tidak ditemukan hidrogen seperti ini.
Keberadaan atom hidrogen tersebut menjadikan aldehid sangat mudah teroksidasi. Atau dengan kata lain, aldehid adalah agen pereduksi yang kuat. Karena keton tidak memiliki atom hidrogen istimewa ini, maka keton sangat sulit dioksidasi. Hanya agen pengoksidasi sangat kuat seperti larutan kalium manganat(VII) (larutan kalium permanganat) yang bisa mengoksidasi keton – itupun dengan mekanisme yang tidak rapi, dengan memutus ikatan-ikatan C-C.
Dengan tidak memperhitungkan agen pengoksidasi yang kuat ini, anda bisa dengan mudah menjelaskan perbedaan antara sebuah aldehid dengan sebuah keton. Aldehid dapat dioksidasi dengan mudah menggunakan semua jenis agen pengoksidasi; sedangkan keton tidak.
Hasil yang terbentuk tergantung pada apakah reaksi dilakukan pada kondisi asam atau basa. Pada kondisi asam, aldehid dioksidasi menjadi sebuah asam karboksilat. Pada kondisi basa, asam karboksilat tidak bisa terbentuk karena dapat bereaksi dengan logam alkali. Olehnya itu yang terbentuk adalah garam dari asam karboksilat.
.
Persamaan setengah reaksi untuk oksidasi aldehid berbeda-beda tergantung pada kondisi reaksi (apakah asam atau basa).
Pada kondisi asam, persamaan setengah reaksinya adalah:
dan pada kondisi basa:
Persamaan-persamaan setengah reaksi ini selanjutnya digabungkan dengan persamaan setengah reaksi dari agen pengoksidasi yang digunakan. Pada masing-masing contoh berikut, kami berasumsi bahwa anda telah mengetahui apakah yang terbentuk adalah aldehid atau keton. Ada banyak hal lain yang juga dapat memberikan hasil positif. Dengan mengasumsikan bahwa anda mengetahui apa yang harus terbentuk (aldehid atau keton), pada masing-masing contoh, keton tidak memberikan hasil positif. Hanya aldehid yang memberikan hasil positif.
2.2. KARAKTERISTIK BAHAN
Alkohol
Senyawa alkohol atau alkanol dapat dikatakan senyawa alkana yang satu atom H–nya diganti dengan gugus –OH (hidroksil). Rumus umum senyawa alkohol adalah R–OH dimana R adalah gugus alkil. Untuk itu rumus umum
golongan senyawa alkohol juga dapat ditulis CnH2n+1 – OH.
Berdasarkan perbedaan letak terikatnya gugus –OH pada atom C. Alkohol dibedakan menjadi tiga yatiu :
Alkohol primer yaitu jika gugus –OH terikat pada atom C primer (atom C yang mengikat 1 atom C yang lain secara langsung )
Contoh :
CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – OH
n-Butanol
Alkohol sekunder yaitu jika gugus –OH terikat pada atom C sekunder (atom C yang mengikat secara langsung dua atom C yang lain).
Contoh :
CH3 – CH2 – CH – CH3
OH
2-Butanol
Alkojol tersier yaitu jika gugus –OH terikat pada atom C tersier ( atom C yang mengikat secara langsung tiga buah atom C yang langsung )
Contoh :
CH¬3
CH3 – CH – CH2 – CH3
OH
2-metil-2-butanol
Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C2H5).
Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan minyak bumi.
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.
Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari Cina bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Etanol dan alkohol membentuk larutan azeotrop. Karena itu pemurnian etanol yang mengandung air dengan cara penyulingan biasa hanya mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 96%. Etanol murni (absolut) dihasilkan pertama kali pada tahun 1796 oleh Johan Tobias Lowitz yaitu dengan cara menyaring alkohol hasil distilasi melalui arang.
Asam asetat glasial
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tidak benar. Ac juga tidak boleh disalahartikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac). Sifat : cair, TL 17oC, TD 118oC, larut dalam H2O dengan sempurna. Penggunaan : sintesis anhidrat asam asetat, ester, garam, zat warna, zat wangi, bahan farmasi, plastik, serat buatan, selulosa dan sebagai penambah makanan.
Aseton
Aseton memiliki Sifat-sifat : berupa cairan tak berwarna, mudah menguap, pelarut yang baik. Penggunaan : sebagai pelarut
Amoniak
Amoniak adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum.[5] Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian.[5] Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai surat izin.[6]
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5 °C).[7] Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat amonia.
Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga bertindak sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25).
Sifat-sifat
Massa jenis and fase
0.6942 g/L, gas.[3]
Kelarutan dalam air
89.9 g/100 ml pada 0 °C.
Titik lebur
-77.73 °C (195.42 K)
Temperatur autosulutan
651 °C
Titik didih
-33.34 °C (239.81 K)
Keasaman (pKa)
9.25
Kebasaan (pKb)
4.75
Pereaksi Tollens
Pereaksi Tollens sering disebut sebagai perak amoniakal, merupakan campuran dari AgNO3 dan amonia berlebihan. Gugus aktif pada pereaksi tollens adalah Ag2O yang bila tereduksi akan menghasilakan endapan perak. Endapan perak ini akan menempel pada tabung reaksi yang akan menjadi cermin perak. Oleh karena itu Pereaksi Tollens sering juga disebut pereaksi cermin perak.
Pereaksi Fehling
Larutan Fehling dan larutan Benedict adalah varian dari larutan yang secara ensensial sama. Keduanya mengandung ion-ion tembaga(II) yang dikompleks dalam sebuah larutan basa.Larutan Fehling mengandung ion tembaga(II) yang dikompleks dengan ion tartrat dalam larutan natrium hidroksida. Pengompleksan ion tembaga(II) dengan ion tartrat dapat mencegah terjadinya endapan tembaga(II) hidroksida.Larutan Benedict mengandung ion-ion tembaga(II) yang membentuk kompleks dengan ion-ion sitrat dalam larutan natrium karbonat.
Naftol
Senyawa naftol dibuat dengan cara yang serupa dengan pembuatan fenol, melalui peleburan dengan alkali pada senyawa asam natalena sulfonat. Di samping dengan cara tersebut di atas, naftol dapat juga dapat dibuat dari naftilamina dengan car hidrolisis dalam lingkungan asam, dengan suhu dan tekanan tertentu. Untuk membuat senyawa – senyawa naftalen yang tersubtitusi pada posisi alfa, cara yang dilakukan adalah serangkaian reaksi yang menggunakan senyawa awal @-nitronaftalen.
BAB III
METODE
3.1. ALAT DAN BAHAN
Gelas ukur Pipet tetes Tabung reaksi dan rak
Cawan penguapan Gelas kimia Penangas air
Bahan-bahan yang di gunakan :
1. asetaldehida
2. aseton
3. NaOH 10%
4. alkohol
5. @-naftol
6. HCl pekat
7. formaldehida
8. Etanol 5%
9. Amoniak pekat
10. Asam asetat glacial
11. Reagen tolens
12. Reagen fehling (benedict)
3.2. PROSEDUR KERJA
a. Reagen Tollens
- Menambahkan beberapa tetes larutan formaldehida
- Memanaskan perlahan-lahan
- Jika tabung reaksi tidak bersih tidak akan diperoleh cermin perak tetapi akan diperoleh endapan hitam logam perak
- Dilakukan juga pekerjaan diatas untuk 1 tetes aseton atau sikloheksanon
b. Reagen fehling
- Di masukkan dalam tabung reaksi masing-masing 10 ml
Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3
+ formaldehida + asetaldehida + aseton
- Di didihkan
- Di amati
c. Uji sodium hidroksida
- Di masukkan dalam tabung reaksi masing-masing 5 ml
Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3
+ formaldehida + asetaldehida + aseton
- Di didihkan
- Di amati
4. Uji amoniak
- Di masukkan dalam cawan penguapan
- Di tambahkan larutan amoniak pekat berlebih
- Di uapkan
- Di ulangi untuk 1ml asetaldehida dan 1ml aseton
5. uji @-naftol
- Di masukkan dalam tabung reaksi yang berisi 2 ml asam asetat dan 2 tetes HCl pekat
- Di tambahkan 1 tetes asetaldehida
- Di kocok
- Di panaskan
- Di didihkan
- Di dinginkan
- Di kocok
- Di tambahkan 1 tetes etil alkohol
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1. HASIL PENGAMATAN
1. Uji sodium hidrooksida
Perlakuan Pengamatan
Tabung 1
NaOH + Formaldehid
dipanaskan
Larutan bening
Larutan bening (tidak ada perubahan)
Tabung 2
NaOH + asetaldehid
dipanaskan
Larutan berwarna kuning
Larutan berubah menjadi coklat dan terdapat endapan
Tabung 3
NaOH + aseton
dipanaskan
Larutan bening
Larutan bening
2. Uji Fehling
Perlakuan Pengamatan
Tabung 1
10 mL fehling + formaldehid
dipanaskan
larutan berwarna biru
larutan berwarna biru
Tabung 2
10 mL fehling + asetaldihid
dipanaskan
Larutan berwarna biru dan terdapat biru dan terdapat endapan
Larutan berwarna hijau dan terdapat endapan merah bata
Tabung 3
10 mL fehling + aseton
dipanaskan
larutan berwarna biru
larutan tidak ada perubahan
3. Uji α- naftol
Perlakuan Pengamatan
Larutan α-naftol 0,2 gr + 2 mL asam asetat glacial + HCl pekat + 1 tetes astaldehida.
Campuran diatas dikocok dan dimasukkan dalam tabung reaksi.
Campuran dipanaskan selama 5 menit pada suhu 60oC.
Larutan berwarna merah muda
Selanjutnya campuran didinginkan dan dikocok agar terbentuik kristal Setelah didinginkan terbentuk kristal warna hitam
4. Uji Tollens
Perlakuan Pengamatan
5 mL pereaksi tollens ditambahkan 3 tetes asetaldehida.
Larutan berwarna silver
Larutan dipanaskan.
Terbentuk cermin perak
Untuk formaldehida ditambahkan 6 mL pereaksi tollens, lalu dipanaskan
Terbentuk cermin perak
Aseton + 5 mL pereaksi tollens lalu dipanaskan Terbentuk cermin perak
5. Uji Amoniak
Perlakuan Pengamatan
1 mL formaldehida dimasukkan kedalam cawan penguapan + NH3 pekat
Dipanaskan campuran dan diuapkan pada cawan penguapan sampai kering
Terbentuk Kristal putih
1 mL aseton dimasukkan kedalam cawan penguapan + NH3 pekat
Dipanaskan sampai kering
Terbentuk Kristal kekuning – kuningan
1 mL asetaldehida dimasukkan kedalam cawan penguapan + NH3 pekat
Dipanaskan campuran tersebut sampai kering Terbentuk Kristal merah bata
4.2. PEMBAHASAN
Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada sebuah atau dua buah atom hidrogen. Nama IUPAC dari aldehida diturunkan dari alkana dengan mengganti akhiran “ana“ dengan “al“. Nama umumnya didasarkan nama asam karboksilat ditambahkan dengan akhiran dehida.
Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil terikat pada dua gugus alkil, dua gugus alkil, atau sebuah alkil. Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil.
Aldehida dan keton bereaksi dengan berbagai senyawa, tetapi pada umumnya aldehida lebih reaktif dibanding keton. Kimiawan memanfaatkan kemudahan oksidasi aldehida dengan mengembangkan beberapa uji untuk mendeteksi gugus fungsi ini (Willbraham,1992). Uji Tollens merupakan salah satu uji yang digunakan untuk membedakan mana yang termasuk senyawa aldehida dan mana yang termasuk senyawa keton. Selain dengan menggunakan uji tollens untuk membedakan senyawa aldehida dan keton dapat juga menggunakan Uji Fehling dan Uji Benedict. Aldehida lebih mudah di oksidasi dibanding keton. Oksidasi aldehida menghasilkan asam dengan jumlah atom karbon yang sama (Hart, 1990). Hampir setiap reagensia yang mengoksidasi alkohol juga dapat suatu aldehida.
a. Uji Tollens
Pereaksi Tollens, pengoksidasi ringan yang digunakan dalam uji ini, adalah larutan basa dariperak nitrat. Larutannya jernih dan tidak berwarrna. Untuk mencegah pengendapan ion perak sebagai oksida pada suhu tinggi, maka ditambahkan beberapa tetes larutan amoniak. Amoniak membentuk kompleks larut air dengan ion perak (Willbraham,1992).
Pada percobaan ini langkah pertama yang kita lakukan adalah membuat reagen tollens. Kemudian menambahkan 5 mL reagen tollens dengan beberapa tetes larutan formaldehid, selanjutnya dipanaskan secara perlahan-lahan selama beberapa menit. Setelah dipanaskan ternyata terjadi perubahan warna pada larutan yaitu terbentuk cermin perak atau terdapat endapan logam perak. Hal yang sama pula ketika reagen tollens ditambahkan dengan asetaldehid dan aseton terjadi perubahan warna pada larutan yaitu endapan logam perak. Uji tollens ini merupakan uji untuk membedakan larutan apakah yang terkandung didalam campuran apakah aldehid atau keton. Dan dari percobaan ini yaitu terbentuknya cermin perak dapat membuktikan bahwa pada campuran larutan tersebut adalah positif mengandung senyawa aldehid yaitu formaldehid. Begitu pula pada uji tollens untuk asetaldehid dan aseton, kedua-duanya terbentuk cermin perak maka pada campuran tersebut positif mengandung aldehid (asetaldehid) dan keton (aseton). Namun ketika kita mendapatkan endapan hitam logam perak setelah dipanaskan berarti tabung reaksi yang kita gunakan tidak bersih, sehingga kita tidak mendapan endapan cermin perak.
b. Uji Fehling
Langkah awal pada percobaan ini yaitu memasukkan 10 mL reagen fehling yang warnanya bening kedalam masing-masing tabung reaksi yang baru dan bersih. Kemudian pada tabung 1 menambahkan beberapa tetes larutan formaldehid, setelah ditambahkan terjadi perubahan warna pada campuran larutan yaitu warna biru. Dan ketika dipanaskan tidak terjadi perubahan warna. Warna biru ini menunjukkan bahwa pada larutan tersebut positif mengandung senyawa aldehid. Pada tabung 2 kita juga menambahkan beberapa tetes larutan asetaldehid setelah ditambahkan warna berubah menjadi warna biru dan terdapat endapan dan ketika dipanaskan terjadi perubahan warna yaitu warna hijau dan terdapat endapan merah bata, berarti pada tabung 2 juga positif mengandung aldehid. Dan pada tabung terakhir ketika ditambahkan dengan aseton terjadi perubahan warna seperti pada tabung sebelumnya yaitu warna biru. Sehingga dari hasil akhir ini tabung 3 juga positif mengandung senyawa aseton.
Pada percobaan ini kita juga dapat menggunakan larutan benedict. Karena pada dasarnya larutan fehling dan larutan benedict adalah varian dari larutan yang secara ensensial sama. Keduanya mengandung ion-ion tembaga(II) yang dikompleks dalam sebuah larutan basa. Larutan Fehling mengandung ion tembaga(II) yang dikompleks dengan ion tartrat dalam larutan natrium hidroksida. Pengompleksan ion tembaga(II) dengan ion tartrat dapat mencegah terjadinya endapan tembaga(II) hidroksida.Larutan Benedict mengandung ion-ion tembaga(II) yang membentuk kompleks dengan ion-ion sitrat dalam larutan natrium karbonat. Lagi-lagi, pengompleksan ion-ion tembaga(II) dapat mencegah terbentuknya sebuah endapan – kali ini endapan tembaga(II) karbonat.
c. Uji Sodium Hidroksida
Langkah pertama yang kita lakukan adalah memasukkan 5 mL larutan NaOH yang warnanya bening kedalam masing-masing 3 tabung reaksi. Kemudian pada tabung pertama kita menambahkan beberapa teres larutan formaldehid. Setelah ditambahkan tidak terjadi perubahan warna pada larutan, warna tetap bening. Dan setelah dipanaskan juga tidak terjadi perubahan warna. Pada tabung kedua setelah ditambahkan dengan asetaldehid beberapa tetes terjadi perubahan warna yaitu larutan menjadi warna kuning, dan setelah dipanaskan warna berubah menjadi coklat dan terbentuk endapan. Pada tabung terakhir setelah ditambahkan dengan aseton beberapa tetes tidak terjadi perubahan warna yaitu warna tetap bening, begitu pula setelah dipanaskan.
d. Uji Amoniak
Pada percobaan ini langkah awal yang kita lakukan adalah memasukkan 1 mL larutan formaldehid kedalam cawan penguapan. Selanjutnya menambahkan larutan amoniak pekat sebanyak 2 mL. Kemudian menguapkan sampai kering pada penangas air. Setelah diuapkan terbentuk kristal putih padat. Kristal putih ini adalah heksametiletanatetramina. Selanjutnya kita mengulangi percobaan ini dengan menambahkan 1 mL larutan formaldehid dengan 2 mL larutan amoniak pekat, setelah diuapkan terbentuk kristal kuning kekuning-kuningan. Kemudian kita menambahkan 1 mL larutan aseton dengan 2 mL larutan amoniak pekat. Setelah diuapkan ternyata terbentuk kristal merah bata.
e. Uji α-naftol
Pada percobaan ini langkah pertama yang kita lakukan adalah menambahkan 0,2 gr α-naftol dengan 2 mL asam asetat glasial dan 2 tetes HCl pekat dan dimasukkan kedalam tabung reaksi. Selanjutnya kita menambahkan 1 tetes asetaldehid, kemudian dikocok. Setelah itu memanaskannya selama 5 menit pada 60ºC. Setalah dipanaskan larutan berubah menjadi warna merah muda. Selanjutnya campuran larutan tersebut didinginkan sambil dikocok, setelah dikocok selama beberapa menit ternyata secara perlahan-lahan terbentuk kristal warna hitam.
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Dari percobaan yang kita lakukan maka dapat diperoleh beebrapa kesimpulan antara lain :
Aldehid adalah suatu senyawa yang mengandung sebuah gugus karbonil yang terikat pada sebuah atau dua buah atom hidrogen. Dan keton suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus karbonil terikat pada dua gugus alkil, dua gugus alkil, atau sebuah alkil. Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon karbonilnya dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonil.
Uji Tollens merupakan salah satu uji yang digunakan untuk membedakan mana yang termasuk senyawa aldehida dan mana yang termasuk senyawa keton. Selain dengan menggunakan uji tollens untuk membedakan senyawa aldehida dan keton dapat juga menggunakan Uji Fehling dan Uji Benedict.
Pada percobaan ini kita membedakan senyawa aldehid dan keton melalui beberapa uji. Dimana pada masing-masing senyawa ini berbeda hasil yang diperoleh ketika direaksikan dengan reagen-reagen. Dan perbedaan inilah yang merupakan ciri khas dari masing-masing senyawa tersebut.
Ternyata kurang bersihnya alat yang kita gunakan dapat menyebabkan kurang validnya data atau hasil yang kita peroleh. Contohnya pada uji tollens ketika tabung reaksi tidak bersih dapat menyebabkan endapan logam yang kita peroleh menjadi warna hitam.
5.2. KEMUNGKINAN KESALAHAN
Kesalahan dalam merangkai alat sehingga menyebabkan kesalahan pula dalam hasil akhirnya. Dan juga kesalahan dalam membersihkan alat yang digunakan yang mengakibatkan kurang validnya hasil yang diperoleh.
Kurang telitinya praktikkan dalam mengamti perubahan warna yang terjadi pada saat pencampuran.
Kurang telitinya praktikkan dalam mencampurkan larutan sebagaimana prosedur kerja, sehingga mengakibatkan kurang akuratnya hasil diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Team Teaching Kimia Organik. 2010. Modul Praktikum. Gorontalo:UNG
Fessenden & Fessenden, 1982. Kimia Organik Edisi ketiga jilid 1 dan 2. jakarta : Erlangga.
Drs Parlan M.Si 2003. Kimia Organik I. Malang JICA
http://www.cliffsnotes.com/study_guide/Reactions-of-Aldehydes-and-Ketones.topicArticleId-23297,articleId-23281.html
http://faculty.swosu.edu/william.kelly/pdf/ketone.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar