Selasa, 16 November 2010

Yodometri dan Yodimetri

PERCOBAAN VI
YODOMETRI DAN YODIMETRI


PERCOBAAN VI

A. Judul : Yodometri dan Yodimetri
B. Tujuan : Praktikan mampu mengidentifikasi zat dalam suatu sampel sertamampu menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi.

C. Dasar Teori

Dasar : I2 + 2e 2I-
Yodometri : bila I- sebagai reduktor
Yodimetri : bila I- sebagai oksidator
Yodometri I- (+) oksidator
Sebagai I- biasa dipakai KI. Reaksi dapat berlangsung dalam lingkungan asam atau netral. Contoh :
BrO3 + 6 H+ + 6I- 3 H2O + 3 I2 + Br-
IO3 + 6H++5I- 3 H2O + 3 I2
Dalam yodometri I- dioksidis suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat tidak apa-apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat lambat dan mungkin tidak sempurna, ini harus dihindari.
Cara menghindari :
- Mempebesar [H+]
Jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau menurunkan pH
- Memperbesar [I-]
Misalnya oksidasi dengan Fe3+
Fe3+ + I- Fe2+ + ½ I2
- Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi : misalnya dikocok dengan kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka I2 akan masuk dalam pelarut organis ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam senyawa solven organic daripada dalam air.
Cara menentukan titik akhir titrasi
- Tanpa indikator
Dapat dilakukan karena I2 dalam KI warna kuning, titrasi akhir kalau warna kuning hilang
- Dengan indikator amilum
Sebab I2 + amilum menghasilkan warna biru. Makin sensitive bila berisi I- dan kurang sensitive bila larutan panas
Yodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iyodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks. Reaksi yang terjadi adalah
Oksidator +2I- I2 + reduktor
I2 + S2O32- 2I- + S4O62-S
Diantara sekian banyak contoh teknik atau dalam analisis kuanitatif terdapat 2 cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secaa lagsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri(digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secaa kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun,metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri(oksidator yang dianalisi kemudian direaksikan dengan ion iodide berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat stndar atau asam arsenit).
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisi titrimetrik dan penerapan-penerapannya cukup banyak.

Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang bersifat oksidator seperti besi( III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .

Oksidator + KI → I2 + 2e I2 + Na2 S2O3 → NaI + Na2S4O6





Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor+ I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI +Na2S2O6

Untuk senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang rendah dapat direksikan secara sempurna dalam suasana asam. Adapun indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji.Sedangkan bromometri merupakan metode oksidasi reduksi dengan dasar reaksi aksidasi dari ion bromat .

BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O

Adanya kelebihan KBrO3 dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat
BrO3 + Br- + H+ → Br2 +H2O

Bromine yang dibebaskan akan merubah warna larutan menjadi kuning pucat (warna merah ), jika reaksi antara zat dan bromine dalam lingkungan asam berjalan cepat maka titrasi dapat secara langsung dilakukan. Namun bila lambat maka dapat dilakukan titrasi tidak langsung yaitu larutan bromine ditambah berlebih dan kelebihan bromine ditentukan secar iodometri. Bromin dapat diperoleh dari penambahan asam kedalam larutan yang mengandung kalium bromat dan kalium bromide.
Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arseni dan entimon, sulfida dan ferosianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh dari beberapa substansi ini adalah tergantung dari pada konsentrasi ion hydrogen, dan reaksi dengan iodin baru dapat dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita melakukan penyesuaian ph yang sulit.
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodin.
Dalam beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksida yang kuat dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya. Titrasi dengan arsenik membutuhakn larutan yang sedikit alkalin.
Dalam larutan yang sedikit alkalin atau netral, oksidasi menjadi sulfat tidak muncul terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Banyak agen pengoksid kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat yang mengoksid tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif.
Pada penentuan iodometrik ada banyak aplikasi proses iodometrik seperti tembaga banyak digunakan baik untuk biji maupun paduannya metode ini memberikan hasil yang lebih sempurna dan cepat daripada penentuan elektrolit tembaga.
Pada metode bromometri, kalium bromat merupakan agen pengoksid yang kuat dengan potensial standar dari reaksinya:
BrO3 + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O

Adalah +1,44 V. Reagen dapat digunakan dalam dua cara yaitu sebagai sebuah oksdasi langsung untuk agen-agen pereduksi tertentu dan untuk membangkitkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui.
Sejumlah agen pereduksi pada titrasi langsung metode bromometri seperti arsenik, besi (II) dan sulfida serta disulfida organik tertentu dapat dititrasi secara langsung dengan sebuah larutan kalium bromat .

Kehadiran bromin terkadang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi,
beberapa indikator organik yang bereaksi dengan bromin untuk memberikan perubahan warna. Perubahan warna ini biasanya tidak reversibel dan kita harus hati-hati agar kita mendapatkan hasil yang lebih baik .
Reaksi brominasi senyawa-senyawa organik larutan standar seperti kalium bromat dapat dipergunakan untuk menghasilkan sejumlah bromin dengan kuantitas yang diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat digunakan untuk membrominasi secara kuantitatif berbagai senyawa organik. Bromide berlebih hadir dalam kasus-kasus semacam ini, sehingga jumlah bromin yang dihasilkan dapat dihitung dari jumlah KBrO3 yang diambil. Biasanya bromin yang dihasilkan apabila terdapat kelebihan pada kuantitas yang dibutuhkan untuk membrominasi senyawa organik tersebut untuk membantu memaksa reaksi ini agar selesai sepenuhnya.
Reaksi bromin dengan senyawa organiknya dapat berupa subtitusi atau bisa juga reaksi adisi.
Yodimetri
Dalam hal ini I2 sebagai oksidator,maka harus direaksikan dengan suatu oksidator. Reduktor ada 2 macam : reduktor kuat & reduktor lemah
Dengan reduktor kuat berlangsung sempurna,cepat dan dapat juga berlangsung dalam lingkungan asam.























D. Alat Dan Bahan
1.Alat
Neraca Analitik Labu Erlenmeyer 100 ml Gelas kimia




.
.




.Pipet Tetes Gelas ukur . Batang Pengaduk





Buret Pipet Volume .corong




.Labu Takar . statif & klem








2.Bahan
 Na2S2O3
 KIO3
 KI 20 %
 H2SO4
 Aquadest


3. dokumentasi kegiatan
 Hasil pengamatan untuk standarisasi lod dengan larutan KIO3







 Hasil pengamatan untuk Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O








 Hasil pengamatan untuk standarisasi larutan iod (yodimetri)






E. Prosedur Kerja
 Yodometri
a. Pembuatan larutan standar Natrium Tiosulfat 0,1 N

Na2S2O3
- ditimbang 24,8 gr
- dilarutkan dengan aquades 1 L
- disimpan dibotol reagen
- ditambahkan 1 tetes kloroform
-
Larutan Na2S2O3



b. standarisasi dengan larutan KIO3

KIO3 0,1 N
-pipet larutan 10 ml ke dalam Erlenmeyer
- tambahkan 5 ml KI 20%
- tambahkan 8 ml H2SO4 4 N
- iod yang dibebaskan dititar dengan larutan natrium
Tiosulfat hingga warna kuning
- tambahkan indikator amilum
- dititrasi terus hingga warna biru hilang
- mengulangi percobaan duplo
Larutanberwarna,denganV1=16.5,V2= 51,3 dan duplo V1= 17.3,V2=52,6









b. penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O

CuSO4.5H2O
-menimbang 1 gr
- melarutkan dengan aquades
- memasukan kedalam labu ukur 50 ml
-kocok








- pipet 5 ml kedalam Erlenmeyer
- menambahkan KI 20% 25 ml & H2SO4 4 N 25
mL
- titrasi dengan Na2S2O3 hingga warna merah
Muda
- menambahkan amilum 5 tetes
- titrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang











 Yodimetri
a. Standarisasi larutan Iod 0,1 N


-meniimbang 6,35 gr pada botol timbang
-masukkan dalam labu ukur 500 ml
- menambahkan 20 gr KI
- melarutkan dalam 50 ml aquades
- encerkan sampai 100 ml
- pipet larutan 10 ml dalam labu Erlenmeyer
-titrasi dengan larutan Na2S2O3 setelah warnamerah Muda
-Tambahkan indikator amilum 5 tetes
- titrasi dilakukan hingga warna biru hilang
- melakukan duplo





E. Hasil Pengamatan
 Yodometri
1. Standarisasi dengan larurtan KIO3
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1

2

3

4 Pipet larutan KIO3 kedalam erlenmeyer + 5 ml KI 20 % dan 8 ml H2SO4 4 N
Larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O3

Menambahkan indikator amylum
Dan ditirasi kembali dengan Na2S2O3
Melakukan percobaan duplo Terbentuk larutan berwarna hitam pekat
Larutan berubah menjadi warna kuning.V1= 16 ml.
Larutan menjadi warna biru
V2= 51,3 ml
V1= 17.3 ml dan V2= 52,6 ml


2. Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1


2

3
4 Pipet 10 ml larutan CuSO4.5H2O kedalam Erlenmeyer ditambahkan KI 20 % 50 ml dan 5 tetes H2SO4 4 N
Larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O3

Menambahkan indikator amylum
Melakukan titrasi dengan larutan Na2S2O3
Larutan berwarna coklat tua


Larutan berwarna coklat muda
V1= 7 ml
Larutan berwarna biru

Larutan berwarna putih susu (Pekat)
V2= 12,4 ml

 Yodimetri
Standarisasi larutan iod 0,1 N
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1



2


3 Larutan iod dititrasi dengan larutan Na2S2O3

Menambahkan indikator amylum dan
Ditirasi kembali dengan Na2S2O3
Melakukan percobaan duplo Warna merah kehitaman,setelah dititrasi menjadi larutan berwarna merah muda. V1= 5,5 ml
Larutan warna biru,setelah dititrasi larutan menjadi bening.V2= 6,5 ml
V1= 5,6 ml dan V2= 6,2 ml


Hasil Perhitungan
 Pembuatan larutan standar KIO3
Diketahui :
N KIO3 = 0,1 N
V = 250 mL = 0,25 L
N =
Gram = N x BE x L
= 0,1 x 2,4 x 0,25 = 5,35 gram


 Konsentrasi larutan CuSO4 di peroleh melalui persamaan berikut:
V1N1 = V2N2
N2 = V1N1/V2
= 7 mL x 0,1 N / 12,4 mL
= 0,056 N
Dengan persamaan reaksinya :
CuSO4 Cu2+ + SO42-

Kadar Cu(II) dalam CuSO4.5H2O) = V x N x BE / berat contoh x 100%
= 12,4 mL x 0,056 N x 63,54 g/ek / 2 g x 100%
= 0,0124 L x 0,056 ek/L x 63,54 g/ek / 2 g x 100%
= 2,206 %
 Standarisasi larutan iod 0,1 N

• Volume larutan Na2S2O3 yaitu = V1 + V2 / 2
= 5,6 mL + 6,2 mL / 2 = 5,9 mL.
• Konsentrasi Iod diperoleh:
V1N1 = V2N2
N2 = V1N1 / V2
= 5,9 x 0,1 N / 5,6 mL
= 0,105 N












F. Pembahasan


Yodium merupakan oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem yodium yodida ini dapat dituliskan sebagai reaksi berikut ini :
I2 + 2 e- 2 I- Eo = + 0,535 volt

Yodimetri merupakan titrasi langsung dengan baku yodium terhadap senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih rendah, yodometri merupakan titrasi tidak langsung, metode ini diterapkan terhadap senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih besar dari sistem yodium yodida. Yodium yang bebas dititrasi dengan natrium tiosulfat.
Satu tetes larutan yodium 0,1 N dalam 100 ml air memberikan warna kuning pucat. Untuk menaikkan kepekaan titik akhir dapat digunakan indikator kanji. Yodium dilihat dengan kadar yodium 2 x 10-4 M dan yodida 4 x 10-4 M. Penyusun utama kanji adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan yodium membentuk warna biru, sedangkan amilopektin membentuk warna merah. Sebagai indikator dapat pula digunakan karbon tetraklorida. Adanya yodium dalam lapisan organik menimbulkan warna ungu.

Dalam percobaan ini,iodometri & iodimetri dimana dalam titrasi iodometri tak langsung menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks dimana reaksi yang terjadi adalah :
Oksidator + 2I- I2 + reduktor
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
1. Pembuatan larutan standar Na2S2O3 0,1 N
Dalam membuat larutan standar Na2S2O3 0,1 N yang pertama kita lakukan adalah menimbang Natrium tiosulfat sebanyak 24,8 gr yang dilarutkan dalam aquades,dalam labu ukur 1000 ml dan kemudian ditambahkan satu tetes kloroform.
Na2S2O3 0,1 N
Gr = M x Mr x L
= 0,1 N x 24,8 gr x 0,1 L
= 0,248 gr
Titik akhir titrasi ditetapkan dengan bantuan indikator kanji, yang ditambahkan sesaat sebelum titik akhir tercapai. Warna biru kompleks iodium kanji akan hilang pada saat titik akhir titrasi..
Larutan Na2S2O3 adalah standar sekunder karena sifatnya tidak stabil terhadap oksidasi dari udar,asam dan adanya bakteri pemakan belerang yang terdapat dalam pelarut.. Larutan Na2S2O3 0,1 N yang telah dibuat digunakan sebagai titran dalam standarisasi dengan larutan KIO3
2. Standarisasi dengan larutan KIO3
Langkah awal dalam percobaan ini adalah larutan KIO3 0,1 N 10 ml kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 5 ml KI 20 % dan ditambahkan larutan H2SO4 4 N sebanyak 8 ml. Dalam penambahan larutan ini warna yang di hasilkan adalah warna hitam. Selanjutnya larutan ini di titrasi dengan larutan Na2S2O3 dalam buret dan warna yang di hasilkan adalah warna kuning pada volume 16 ml(V1), kemuidian ditambahkan indikator amylum sebanyak 5 tetes dan dititrasi kembali dengan Na2S2O3 hingga warna biru hilang. Warna biru hilang pada volume 51,3 ml(V2). Selanjutnya melakukan titrasi duplo langkahnya sama seperti diatas tapi volume yang dihasilkan berbeda V1=17,3 ml dan V2=52,6 ml.
3.Penetapan Cu(II) dalam CuSO4.5H2O
Langkah yang harus pertama kali dilakukan dalam percobaan ini adalah 2 gr CuSO4.5H2O dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur 100ml kemudian dipipet 10 ml kedalam Erlenmeyer,ditambahkan 50ml KI 20% dan di tambahkan 5 tetes H2SO4 4 N hasil yang diperoleh dalam pencampuran larutan ini adalah warna coklat tua.kemudian di titrasi dengan Na2S2O3 hingga warna menjadi lebih muda lalu ditambahkan indikator amylum dan di titrasi kembali hingga warna biru hilang atau warnanya menjadi bening. Cara membuat larutan KI 20 % ditimbang 20 gr kemudian dilarutakan dalam 100 ml, aquades dalam labu ukur. Sedangkan cara pembutan larutan H2SO4 4 N adalah melarutkan 10 ml H2SO4 dalam 100 ml aquades


.Reaksi yang terjadi antara Na2S2O3 dengan KIO3 adalah :
IO3- + 5I- + 6H+ 3 I2 + 3H2O
3I- + 6 S2O32- 6I- + 3S4O62-
IO3- + +6 S2O32 + 6H+ I- + 3S4O62- + 3H2O

Jadi, BE IO3- = Mr / 6 = 35,67
Dalam percobaan ini terbentuk larutan yang ditambahkan dengan Na2S2O3 berwarna coklat & coklat muda.
4. Standarisasi Larutan Iod 0,1 N
Langkah awal dalam percobaan ini adalah menimbang 6,35 gr Iod pada botol timbang dan dimasukan dalam labu ukur 500 ml, kemudian di tambahakan dengan 20 gr KI lalu di larutkan dengan 40 ml aquadest di encerkan sampai 500 ml pada penambahan ini warna yang di hasilkan adalah warna merah kehitaman. Larutan ini di pipet 10 ml ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya di titrasi dengan Na2S2O3 sampai terjadi perubahan warna dan warna yang dihasilkan adalah warna merah muda pada volume 5,5 ml. Kemudian dititrasi ditambahkan indikator amylum dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang atau warnya menjadi bening. Pada percobaan ini melakukan titrasi duplo dan yang dihasilkan V1= 5,6 ml dan V2 = 6,2 ml.





















G. Kesimpulan

 Yodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk menentukan kadar iyodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks
 iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
 Larutan Na2S2O3 adalah standar sekunder karena sifatnya tidak stabil terhadap oksidasi dari udar,asam dan adanya bakteri pemakan belerang yang terdapat dalam pelarut..
 Cara membuat larutan KI 20 % ditimbang 20 gr kemudian dilarutakan dalam 100 ml, aquades dalam labu ukur. Sedangkan cara pembutan larutan H2SO4 4 N adalah melarutkan 10 ml H2SO4 dalam 100 ml aquades

H. Kemungkinan Kesalahan

 Kurang telitinya praktikan dalam menimbang ataupun mengukur suatu larutan atau zat yang digunakan dalam percobaan.
 Kurang telitinya praktikan saat membuat larutan
 Kurang teliti praktikan dalam mencampurkan suatu larutan
 Kurang telitinya praktikan saat menentukan volume dalam percobaan.












DAFTAR PUSTAKA

Teaching, team. 2008. Modul Penuntun Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo : UNG
lukum, astin. 2005. Bahan Ajar Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo : UNG
DAY. J. Y. dan UNDERWOOD A. L. 2002. Analisis Kimia Kualitatif. EDISI VI.Jakarta : Erlangga

1 komentar: